Selasa, 16 Oktober 2012

diantara puing sisa-sisa reruntuhan perseteruan , masih ada bekas luka yang tak terhindar dalam diri orang yang bersengketa . dendam , yah dendam adalah awal suatu kebinasaan yang dibangun dalam jiwa orang yang tak pernah puas akan cara pandang terhadap orang lain. sehingga angan yang terpendam menembus perasaan kemudian mengendap dalam kegalauan yng terus menerus dilanda kegeraman untuk melintasi angan2.
seringkali timbul dalam bangsa negeri ini, manakala di setiap perlombaan.  bilamana kemenangan yang digapai dalam perlombaan itu maka sumringah dengan wajah berseri menampakkan senyum di segala lini. namun jika kekalahan yang dicapai dalam perlombaan, maka kambing hitam selalu saja masih di cari. hal seperti itulah yang timbul dalam mental bangsa negeri ini. hampir tidak siap dengan segala tindakan akibat dan konsekwensi yang timbul. terlebih dalam alam perputaran demokrasi, dimana setiap orang diperkenankan untuk menjadi orang yang dipilih dan memilih dalam event besar yang berjuluk pesta democracy. dimana kesempatan selalu saja terbuka untuk meraih apa yang dicit2akan. terutama dalam pertarungan siapa yang bakal menjadi pimpinan negeri ini, atau wilayah dan daerah kekuasaan di bawahnya, selalu mengharukan awal permainan. namun dalam peoses berikutnya, sejalan dengan perjalanannya baruy muncul dinamika dan polemik yang berakibat pada kericuhan dan permusuhan. baik permusuhan secara individual maupun komunal.

bangunan mental bangsa negeri yang dihadapkan pada keinginan material , manjadikan suatu perburuan harta karun di muka bumi , yaitu dengan menempati pos kekuasaan . ajang ini terus mewarnai perilaku kehidupan dalam masyarakat. dimana orang2 awam bagai ungggas di giring dalam suatu pertalian material tanpa ada kesempatan untuk menimbang. 
kalo para konstituante tempo doeloe, menggunakan sistem komunikasi bangunan monolog melalui pidato atau ceramah2, namun masa kini komunikasi dengan bentuk ikatan material berupa uang sangu atau benda lain yang digunakan untuk pemikat dan tali kesanggupan. didalam pertalian itu ada segenggam harapan akan janji yang harus dipenuhi. bangunan loyalitas semu mengalir pada sosok siapa yang mampu mengalirkan dana lebih banyak , maka itulah yang ditepati akan pilihannya. hal yang demikian telah berlangsung dan sampai kini mutual sepertiu itu menjadi belantara ajang negeri yang menggunakan faham demokrasi . 

tatkala produk hukum manusia dibuat oleh kalangan manusia dan dilanggar dilanggar oleh manusia pula, bagaimana tindakan dan perilaku cerminan dalam tatanan berbangsa ? jika saja bangsa negeri ini membuat produk hukum dan kemudian melanggarnya sendiri apakah bangsa lain akan menaruh perhatian terhadap bangsa ini ? 

semakin banyaknya perbedaan , menambah polemik dalam perseteruan. keteguhan dalam berpihak dimasing2 pihak akan menimbulkan kekakuan dan egosentris dalam komunikasi, sehingga masing 2 pihak mempertahankan opininya.

tidak mengakui rasa salah, kekeliruan dalam bertindak bisa mengubah paradigma keakuan mutlak menjadi sebuha kebenaran. orang yang cerdas sekalipun suatu saat akan mengakui ketololannya. mungkin ini berbeda dengan gengsi sebuah kekuasaan yang menjadi icon public dengan batasan kerja 24 jam. 




  
  

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar